Langsung ke konten utama

9 Tips Membersamai Generasi Alfa

Di blog pekan lalu, sudah dibahas mengenai karakteristik anak-anak dari generasi alfa. Para penghuni terbanyak generasi digital mendatang.

mbamci.com

Para penguasa dan pemilik kecerdasan artifisial. Juga manusia berteknologi tinggi yang kelak menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang bisa di kustom dan lebih personal.

Shifting dari berbagai aspek inilah yang mengajak ayah bunda sedikit berpikir bagaimana ya mendidik anak-anak ini?

Generasi yang dibesarkan oleh ortu yang juga sudah 'melek' teknologi.
Anak-anak yang dididik oleh ortu yang dapat dikatakan lebih sejahtera.

Jika di generasi dua dekade sebelumnya, generasi Y mati-matian menghafal aneka materi pelajaran yang dibantu orang tua dan guru.

Maka pada generasi alfa, dengan bantuan teknologi yang memikat dari gadget, anak-anak ini tak perlu mengerahkan seluruh energinya untuk menghafal aneka materi pelajaran. 

Mereka lebih menyukai do, do, do and try.
Learning by doing.
 
Cukup membuka gadget dan pendampingan ortu/ guru maka materi apapun dapat terserap dengan baik.
Karena itu, generasi ini juga disebut sebagai generasi yang paling berpendidikan.

Dari segi kognitif tentu tak diragukan lagi.
Bagaimana dengan hal-hal diluar itu?
seperti norma sosial, norma kesopanan, dan kedislipinan?

Bagaimana mereka harus bersikap dan menempatkan diri di tengah masyarakat.  
Bagaimana anak-anak ini bersikap kepada orang yang lebih tua?

Hal semacam ini tidak bisa dipelajari melalui teknologi digital.

Kembali lagi pada pembiasaan yang dilakukan di rumah.

Lantas apa saja yang diperlukan bagi generasi alfa untuk bekal di masa depan?

1.   Beri Pembatasan Penggunaan Gadget

Menurut AAP (American Academy of Pedatrics), anak di bawah 2 tahun tidak dibolehkan menggunakan gadget. Kecuali untuk video call bersama keluarga.
Usia diatas 2 tahun sudah dibolehkan dengan mengikuti anjuran AAP.

Dari usia dini hingga usia sekolah, anak-anak diberi batasan dalam menggunakan gadget. Hal ini berkaitan dengan kesehatan dan kehidupannya. 

Tidak hanya fisik yang tergangggu, tapi psikis dan kehidupan ananda pasti menjadi tidak teratur jika tidak diberikan batasan dalam memakai gawai.

Ayah bunda secara konsisten harus memberi limit per hari.
Misalnya saja, anak usia 8 tahun memiliki gadget time 90 menit/ hari. Waktu ini diluar tugas sekolah dan mengerjakan tugas.

Lakukan terus selama 90 menit. Ketika lebih, maka ananda akan mengambil kesempatan tersebut. Jag konsistensi, maka anak usia sekolah perlahan akan paham bahwa setiap rumah memiliki aturannya masing-masing.

2. Bersosialisasi

Masifnya jadwal anak alfa terhadap gadget menyebabkan mereka kurang bersosialisasi. 

Apalagi jika ananda tidak diberikan batasan waktu penggunaan gadget, biasanya tidak tertarik lagi dengan dunia permainan sejati.

Sebagian dari mereka bilang, main di dunia maya lebih asik.

depositphotos.com

Ajaklah mereka bersosialisasi, dengan mengikutsertakan dalam komunitas tertentu.
Misalnya, Devano sangat menyukai olahraga futsal. Bundanya pun mendaftarkan Devano ke salah satu club futsal terdekat.

Selain itu, ajak ananda berkunjung ke rumah saudara atau kerabat. 
Dengan sesering mungkin mengajaknya berkumpul dan berinteraksi dengan banyak orang, maka ia terbiasa bersikap santun dan bisa menempatkan diri.
Selain itu, gadget time nya pasti berkurang ya aybun :)

3. Kenalkan Pada Alam

Bagi sebagian ayah bunda yang tinggal di kota besar sering kesulitan jika harus pergi ke alam nan hijau. Puluhan bahkan ratusan kilometer pun ditempuh untuk mendapatkan asri nya alam terbuka bersama keluarga. 

Sebab itu, kegiatan inni sering kali tidak diprioritaskan. Padahal ananda di usia sekolah harus melakukan eksplorasi lingkungannya. Berlarian, outbound, arung jeram adalah contoh kegiatan eksplor alam yang disukai ananda.

Buatlah kegiatan rutin agar mereka semakin dekat dengan buminya.
Langkah awal, dekatkan mereka dengan mahkluk hidup ciptaan Allah, seperti hewan dan tumbuhan.

Memberi makan hewan peliharaan dan hewan liar sekitar bisa menjadi sarana berlatih.
membantu ayah memotong rumput dan menyiram tanamn juga dapat menjadi alternatif.

Ketika mereka sudah terbiasa dengan penghuni bumi selain manusia, maka akan lebih 'mudah' saat diajak ke alam.

4. Ajarkan Berbagi

Generasi alfa yang di usia awal sekolah hingga sampai dengan saat ini masih melaksanakan pembelajaran daring, mungkin agak kesulitan melaksanakan kata 'berbagi'.

Jika di generasi sebelumnya, kita terbiasa meminjamkan pensil pada teman yang tak membawa alat tulis atau berbagi bekal makan siang.
Maka di generasi ini, semua berlangsung secara secara individual.

Karena itu, segalanya dikembalikan kepada ortu di rumah.

istockphoto.com

Langkah awal adalah dengan membiasakan mereka berbagi dengan saudara atau dengan siapapun yang ada di rumah. 
Ketika mereka dapat mengikhlaskan miliknya pada orang terdekat selanjutnya pada teman sepermainan atau pada gurunya.
Terakhir ajaklah ia melakukan kegiatan sosial dengan membagikan makanan atau sebagian penghasilan pada orang yang kurang mampu.

Mengajak mereka berbagi akan menumbuhkan rasa senang pada diri orang lain dan diri ananda.
Ananda akan memiliki kebahagiaan sendiri, karena sudah membuat orang lain tersenyum. 

5. Memfasilitasi Kesukaannya

Pendidikan bagi generasi alfa konon diramalkan bersifat kustomisasi dan personal.
Artinya mereka lebih menyukai mempelajari sesuatu apa yang disukai disamping pelajaran di sekolah formal.

Sebagai contoh, 
Nadira sangat hobi editting video. Ayah nya pun mencarikan tutor baginya. Tentu mudah mencari kelas online anak yang mahir dalam video editting.
Dampingi terus hingga ia mahir dan bisa mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja ketika membuat tugas sekolah.

6. Mengajarkan Pola Hidup Sehat

Sebagai generasi screenager yang menghabiskan waktu cukup lama di depan layar kaca, mereka membutuhkan kalori yang cukup.

Asupan gizi harus diperhatikan. Upayakan gizi seimbang dan kalori diperbanyak dari buah -buahan.

Ajak mereka memasak bersama dan menentukan menu agar tidak terpesona dengan jajanan yang di luar rumah. 

Selain itu olahraga juga sangat diperlukan agar mereka selalu bugar dan kuat.

7. Membedakan dua dunia  

Sama seperti generasi sebelumnya, yakni Gen Z. Kehidupan generasi alfa juga  sangat dipengaruhi oleh media sosial. mood mereka tergantung pada jumlah like, view, comment dan subscribe. 

Apa yang terjadi di dunia maya, erat kaitannya dengan kehidupan anak-anak ini.

Padahal mereka masih menghadapi dan menjalani dunia nyata.

Disinilah peran ortu untuk mengenalkan ananda agar bisa memisahkan dua dunia. Dan tidak mudah terbawa arus, khususnya sesuatu yang tidak membawa manfaat.
Seperi gaya hidup flexing.
 

8. Beri Tanggung Jawab

Ketika ananda mulai memasuki bangku sekolah, tanggung jawab perlahan mulai diberikan. Baik itu di sekolah maupun di rumah.
Anak-anak generasi alfa saat ini adalah mereka yang berusia 0-12 tahun.

Memberi tanggung jawab pada anak usia Sekolah Dasar akan menjadi bekal terbaik nantinya.
Ketegasan harus diperlukan dalam membangun konsistensi. Tegas bukan keras.
Tegas, berani menetapkan hal yang sama setiap harinya.

Misalnya saja,
Ayra harus mleipat selimut sehabis bangun tidur.
Ia harus mencuci sepatu sekolah sekali dalam sepekan.
dan harus mencuci piring sehabis makan.

Awalnya, ini akan menyebalkan baginya karena meakukan hal yang biasanya diselesaikan oleh bunda.
Tapi, jika sudah terbiasa. Ia akan mulai menikmati dan merasakan manfaatnya saat ia besar.
unsplash.com

Generasi alfa yang saat ini sudah memasuki usia sekolah harus mempelajari tanggung jawab dari hal kecil
7-9 tahun: tanggung jawab terhadap diri sendiri dan barang pribadi
10 tahun kea atas: tanggung jawab sosial.
Ketika sudah terbiasa bertanggung jawab, maka kelak akan meghasilkan pribadi yang unggul teknologi dan berkepribadian baik.

9. Berikan Keteladanan

Dari poin-poin sebelumnya, kebanyakan adalah hal teknis.
Mendidik anak alfa dan anak lainnya pada dasarnya kembali lagi ada peran ortu.
Keteladanan menjadi nomor satu sebelum hal-hal teknis lainnya.

Sebab, tidak ada mentor, coach dan fasilitator yang mengenalkan nilai-nilai kehidupan seperti norma agama, sosial, dan norma kesopanan.

Semua itu sudah terbiasa dan melekat dalam diri ananda melalui keluarga dan lingkungan.


Harus diakui bahwa poin keteladanan adalah poin fundamental yang akan terus hadir dari generasi ke generasi.

Bekal tersebut tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. dimana adab dan nilai-nilai kehidupan harus diterapkan.

Hanya saja metodenya yang berbeda, sesuai zaman dan tentunya mengikuti kebiasaan di keluarga masing-masing. 

Semoga bermanfaat dan,
Stay Healthy!
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Anak-Anak Sulit Membedakan Kanan dan Kiri?

Kanan, kiri kulihat saja  Banyak pohon cemaraaa…aaa Kanan kiri, kulihat saja Banyak pohon cemaraaaa… Siapa yang tidak mengenal lagu tersebut. Ayah dan bunda pasti pernah menyanyikannya waktu kecil. unsplash.com Lalu sekarang menyanyikannya bersama ananda tercinta. Tapiiii…. Kalo tiba-tiba mereka bertanya,  “Bunda, sebelah kanan yang mana sih?” Nah lho, udah nyanyi enak-enak, ternyata mereka belum bisa membedakan mana bagian kanan dan kiri.  ***** Hal inilah yang sering dirasakan sebagian orang tua.  Hal ini seringkali tidak disadari, walaupun mereka makan dan menerima benda menggunakan tangan kanan, dan istinja dengan menggunakan tangan kiri. Ketika menerima perintah, "Kakak tolong ambilkan bawang merah di kotak sebelah kanan botol minyak." Bagi anak yang belum paham, akan sejenak berpikir dan mencari bagian yang dimaksud bunda. Bagi ananda yang sama sekali kebingungan, akan terus celingukan mencari mana kanan dan kiri. Hal ini dinamakan left and right...

After School Doctor, Serial Jepang Unik, Hangat dan Penuh Empati (Sebuah Review)

www.imdb.com Judul Film (Serial): After School Doctor Sutradara: Yuma Suzuki, Kentaro Nishioka Penulis: Mayu Hinase (manga), Kayo Hikawa Tahun rilis: 2024 Episode : 10 Genre: Drama (medis dan sekolah)  Pemeran: Kouhei Matsushita (dr. Makino), Aoi Morikawa (Ibu guru Shinoya), Horan Chiaki (Ibu Guru Yoshino), dll Platform: Netflix Manga Houkago Karute  After School Doctor adalah series yang berasal dari negeri sakura. Series ini berasal dari manga yang berjudul Houkago Karute yang ditulis oleh Mayu Hinase. Cerita ini diawali dengan dokter Makino, seorang dokter anak yang dipindah tugaskan ke sebuah Sekolah Dasar. Ia menjadi dokter penanggung jawab di Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).  Dokter Makino dipindahkan karena beberapa masalah pribadi yang terjadi di sana. Ia terkenal dengan dokter anak yang keras, dingin dan selalu bicara apa adanya. Karakternya pun tidak banyak berubah ketika bertugas di UKS. Dokter Makino memiliki kemampuan analisis dan observasi yang taj...

PJB 5, Komik Islami yang Bergizi dan Renyah

Judul buku: Pengen Jadi Baik (5) Nama pengarang buku: Squ Tahun terbit buku:2019 Penerbit: Wak Up Early Ketebalan buku: v+155 halaman Harga: Rp 50.000 “Angel investor yang kumaksud disini adalah orang baik yang mau memberi pinjaman kepada kita tanpa mengharapkan tambahan apapun, tanpa bunga, tanpa balas jasa, tanpa ambil untung apapun,. Hanya murni menolong, ikhlas, Lillahi Ta’ala.” (Pengen Jadi Baik, halaman 32) Potongan isi tersebut ada di dalam seri ke-5 dari Pengen Jadi Baik. Seperti seri sebelumnya, Pengen Jadi Baik tetap menjadikan abah, Mama K, dan Kevin sebagai tokoh utamanya. Komik ini mudah diterima seluruh kalangan. Bahasa yang mudah dipahami dan adanya tokoh Kevin yang selalu diceritakan di tiap jenjang usianya ikut meringankan cerita ini. Berbeda dari seri sebelumnya, yakni PJB 4, membaca PJB 5 seperti kembali membaca tiga seri sebelumnya. Pada PJB 4 hampir 50% nya menceritakan seputar ibadah haji yang keluarga Abah laksanakan. PJB 5 kembali menceritakan keseh...