"Dulu zaman mama gak begini lho, semua masih susah..."
"Ayah waktu kecil gak punya komputer, mau ngetik tugas aja harus ke rental dekat kelurahan."
Zaman sudah berubah.
Mendidik anak sesuai zamannya adalah hal mutlak. Ilmu dunia, tradisi dan teknologi harus mengikuti revolusi bumi terhadap matahari.
Beberapa hal yang bersifat kolonial jika diterapkan akan terasa janggal.
Hal ini begitu terasa pada ayah bunda milenial yang memiliki ananda berusia di bawah 10 tahun.
Kami hanya bisa bercerita dan berbagi.
Bukan sekadar mengajak anak-anak memiliki rasa bersyukur yang kemungkinan mereka belum paham.
Justru kondisi atas kemajuan teknologi yang sangat pesat sangat memudahkan sekaligus bisa menyulitkan.
Mengapa bisa Menyulitkan?
Ayah bunda milenial pasti sudah gak asing lagi dengan generasi alpha atau gen alpha.
Generasi ini adalah kelahiran 2010-2024.
Artinya, gen alpha adalah anak-anak dari para milenial/ Gen Y (1980-1994).
Mengutip Parenting Firstcry,
istilah generasi alpha diciptakan oleh ahli demografi dan futurist, Mark McCrindle.
Dia memprediksi, ada sekitar 2,5 juta generasi alpha yang lahir di seluruh dunia setiap minggu.
Mereka adalah anak-anak yang tumbuh dengan smartphone dan iPad di tangan mereka.
Mendidik anak generasi yang kebanjiran informasi pastinya memiliki berbagai dampak.
Dampak positifnya tentu ananda bisa menjadi cerdas kognitif jika apa yang diperoleh diarahkan oleh ortu.
Mereka memiliki kreativitas luar biasa karena sering mengoperasikan perangkat teknologi dan mempelajari apa yang disukai. Belajar bidang apapun terasa mudah bagi mereka.
Sebaliknya,
dampak negatif hadir ketika ia belum memahami apa manfaat teknologi.
Mereka juga belum memiliki tanggung jawab dalam penggunaannya.
Menjadi kecanduan adalah hal yang sangat dikuatirkan. Scrolling time sudah dirancang agar manusia selama mungkin berada di balik layar.
Karena itu orang tua dan sekolah perlu memberi pembatasan waktu penggunaan dan adab dalam menggunakan teknologi (gadget).
Dampak negatif selanjutnya adalah ketika ia mendapatkan informasi yang belum siap ia terima dan berujung pada miskomunikasi dan di tingkat yang lebih tinggi lagi, bisa terjadi gangguan emosional dan mental.
Sebab itu, membersamai mereka akan terasa sulit jika tidak dibarengi ortu yang juga siap menerima jutaan informasi.
Tapi akan terasa mudah jika ortu memiliki kesiapan menghadapi teknologi dan mengenali karakter anak-anak ini.
Generasi Alpha adalah Screenager
Ayah bunda pernah mendengar istilah screenager?
Screenager adalah anak-anak (remaja) yang banyak menghabiskan waktu mereka di depan layar (screen).
Ya, Gen alpha adalah anak-anak yang terbiasa dan otomatis sudah bisa mengoperasikan aneka gadget bahkan memanfaatkannya secara maksimal.
Bisa dibilang, mereka pelaku utama dunia digital.
Bagaimana tidak?
Jika kelahiran mereka saja berbarengan dengan launching i-pad, yakni tahun 2010.
lalu muncullah gadget dengan beragam kecanggihannya.
Saat itulah,
screenager kita menikmati berbagai penyebaran info yang begitu dahsyat.
Layar kaca adalah medium bagi mereka dalam melakukan segalanya.
Dimana kaca sangat berbeda dengan kertas.
Ia begitu cantik secara visual, kinestetik, interaktif, connected, dan portabel.
Karena itu, sebagian orang menyebut anak alpha ini adalah generasi kaca.
Perbedaan karakter pada generasi ini dengan sebelumnya tentu sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Sebelum mengetahui bagaimana cara membersamainya, yukkk kita cari tahu terlebih dulu apa sih karakteristik gen alpha?
Karakteristik Generasi Alpha
#1. Melek Teknologi
Kelahiran mereka yang berbarengan dengan aneka gadget canggih menunjukkan bahwa adanya pembaruan ratusan kali lipat di bidang teknologi.
Mereka seolah sudah dilahirkan seperangkat dengan kepiawaian mengoperasikan gadget.
Lihat saja bagaimana gemulainya jemari mereka ketika men-scroll screen gawai.
amati saja ketika tanpa canggung, anak-anak gen alpha menekan tombol button sebelum mereka mampu membaca dan memahami artinya.
Mereka adalah makhluk kecil yang sudah dilengkapi dengan hard skill 4.0
Luwes, berani, dan kaya informasi.
Jangan kaget bila suatu hari ia bilang,
"Bunda aku ingin balon yang yellow."
padahal bunda belum pernah mengajarkan bahasa inggris.
#2. Berpendidikan
Kepandaian mereka dalam mengoperasikan teknologi menyebabkan mereka tahu akan banyak hal.
Number, alphabet, colour, dalam sekejap dapat mereka kuasai. Media audio visual yang dimiliki oleh gawai sangat memikat indera penglihatan.
Gen alpha secara otomatis lebih mudah meresapi dan memahami apa yang menarik seperti youtube dan aplikasi belajar di playstore.
Gambar yang indah dan mencolok serta suara dan musik yang menarik, memudahkan mereka dalam menangkap informasi.
Di usia berikutnya, aplikasi guru online pun semakin banyak.
Mereka siap membantu gen alpha memecahkan permasalahan pelajaran di sekolah.
Kesulitan belajar, kini bukan masalah lagi.
Yang harus diketahui adalah, apa sih yang menarik bagi mereka?
Apa ya minat mereka kelak?
#3. Memiliki Jaringan Luas
Tahun 2010 adalah tahun instagram diciptakan. Sebuah aplikasi untuk sharing foto dan video.
Belakangan peran instagram tidak hanya itu. Aplikasi tersebut juga digunakan sebagai akun komunitas untuk menyampaikan konten di suatu bidang tertentu baik hiburan ataupun konten formal.
Lahirnya instagram yang bersamaan dengan gen alpha secara tidak langsung menunjukkan bahwa generasi ini adalah generasi yang senang sharing seperti generasi Z.
Bahkan lebih luas lagi, pembelajaran dan pertemanan akan dilakukan lebih luas lagi melalui daring.
Bukan hanya seluas kota dan provinsi, bahkan seluruh dunia bisa terjangkau oleh generasi ini.
"Ma... aku dapat message dari teman main Zepetto di Austria, dia bilang bajuku bagus."
Oh oke, waktu itu saya hanya bengong mendengar ceritanya.
#4. Komunikasi Lebih Suka Gambar dan Voice
Komunikasi jarak jauh semakin berkembang dari waktu ke waktu.
Teringat ketika Sekolah Dasar, ibu mendapat telegram dari simbah di kampung. Beritanya amat singkat.
Ketika telepon mulai meluas, komunikasi menjadi suara. Hanya kelemahannya, pesawat telepon tidak portabel.
Ketika tahun 1990-an, pager mulai digunakan banyak orang, perlahan masyarakat bisa membaca pesan dimana saja.
Awal tahun 2000, teman-teman borju mulai menggunakan gawai sebesar batu bata merah.
Kala itulah, komunikasi bisa dilakukan melalui suara, tulisan dan portabel.
Sekarang ini, saat dunia sudah jauh berevolusi, komunikasi dilakukan melalui berbagai cara.
Manusia sudah dapat bertukar informasi melalui gambar, tulisan, dan video.
Karena gen alpha lahir di saat sharing foto dan video begitu meluas, mereka lebih menyukai komunikasi via gambar dan video (suara).
Mereka kurang tertarik dengan tulisan. Gambar diam dan bergerak yang dihiasi suara lebih mewakili suara hati mereka ketimbang tulisan.
Tidak jarang pada generasi alpha, semakin banyak lahir kreator video hingga menciptakan assistant robots.
#5. Bagian dari Kecerdasan Artificial
Anak-anak ini akan lebih banyak berinteraksi pada layar kaca. Mereka tumbuh dengan kecerdasan artificial.
Kecerdasan artificial (kecerdasan buatan) adalah teknologi di bidang ilmu komputer yang mensimulasikan kecerdasan manusia ke dalam mesin (komputer) untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia bahkan bisa lebih baik dari manusia.
Singkatnya, gen alpha akan terbiasa dengan voice assistant dan robot.
Contoh voice assistant: Siri, Alexa dan google Assistant.
Gen alpha menganggap ini adalah hal yang sangat biasa. Robot dan voice assistant bagi mereka sudah setara dengan manusia. Karena keduanya sangat membantu dalam kehidupan gen alpha sehari-hari.
Suatu hari, si sulung menanyakan tentang museum lubang buaya. Karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari orang sekitarnya, ia mencari tahu melalui google assistant.
Dan ia langsung tahu jawabannya.
Sejak saat itu kami berpikir bahwa tugas ortu tidak lagi si pemberitahu, tapi si mediator.
Menengahi jika ananda kebablasan dalam menggunakan teknologi.
#6. Memandang Pendidikan dari sesuatu yang Berbeda
Pandemi secara tidak langsung mempercepat revolusi di dunia pendidikan.
Sistem belajar online sudah membuktikan pada khalayak bahwa belajar bisa dilakukan melalui medium screen.
Mereka cukup beruntung, karena kemajuan teknologi ini sudah mengubah sistem pendidikan.
Tidak hanya dari pendidikan formal,
dari bidang apapun orang semakin mudah menggali informasi.
Bagi gen alpha, pengetahuan bukan lagi sesuatu hal formal dan langka. Mengingat di generasi sebelumnya untuk memperoleh wawasan, keterampilan kita harus berguru dan datang ke sebuah lembaga.
Generasi alpha membuka selebar-lebarnya cakrawala screen mereaka dan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Sehingga pendidikan bagi mereka bisa di kustomisasi dan bersifat personal.
Jika di generasi ortu mereka, pendidikan bersifat seragam dan jamak.
Mereka bisa menjalani pendidikan dengan modul pembelajaran online, tutor online dan bisa memilih apa yang ingin mereka perdalam.
Anak-anak gen alpha bebas mempelajari berbagai hal yang ingin mereka kuasai.
Kelak akan lahir profesi-profesi baru yang benar-benar ahli di bidangnya.
Profesi ini adalah anak-anak dari generasi alpha.
#7. Pengetahuan Diperoleh Dengan Melakukan dan Mengalami
Evolusi di dunia teknologi ini, menyebabkan cara generasi alpha berbeda dalam memperoleh pengetahuan.
Kemandirian mereka dalam mempelajari sesuatu adalah ciri khas gen alpha.
Apa yang mereka ingin kuasai dapat diperoleh melalui media sosial.
"Saya tidak tahu bagaimana caranya, tiba-tiba putri saya bisa membuat playdoh sebaik yang dipasarkan.", ungkap Bunda Mei suatu hari.
Demikian mudahnya mereka memperoleh pengetahuan saat ini. Ketika media sosial mulai merebak, saat itulah sharing informas terjadi kian deras.
Konsisten adalah kunci.
Karena itu, generasi alpha yang ingin menguasai suatu bidang biasanya langsung mencoba.
Mereka memiliki prinsip ATM (amati, tiru, modifikasi). Semakin banyak berlatih, mereka akan semakin mahir.
Learning by doing sepertinya menjadi prinsip meeka dalam menyerap pengetahuan.
"Anakku bisa bikin donat sendiri lho bu!"
kata temanku suatu hari. Cukup enak untuk anak berusia 10 tahun.
Tampilannya pun menggiurkan.
"Ibu ajari?" tanyaku.
Dia menggeleng, katanya tau dari youtube.
again, anak ini sering berlatih melalui tutorial. Ia ingin jadi ahli pembuat donat.
#8. Media sosial jadi mode Interaksi Sosial
Generasi alpha akan berinteraksi serta bersosialisasi secara dominan dengan teman dan rekannya melalui media sosial.
Dengan media sosial, anak-anak ini akan selalu terhubung sepanjang hari, dan membawa serta kekhawatiran tentang privasi dan bullying di media online.
Penerimaan seorang anak untuk bersosialisasi pun dihitung dengan seberapa besar mereka disukai secara online.
Likes dan follower adalah indikator penerimaan mereka dalam pergaulan.
Walaupun di dunia maya, mendapat notifikasi comment adalah sesuatu bagi mereka.
Walaupun dirasa normal, ayah bunda harus tetap mengingatkan pentingnya bersilaturahim lewat taap muka.
Bagaimanapun juga sopan santun saat berinteraksi dengan orang lain harus diajarkan dan dikenalkan.
Hadis mengenai mendidik zamannya hanya sekadar ilmu dunia dan penerapannya.
Hal-hal yang bersifat kitabullah tidak dapat disesuaikan dengan zaman, termasuk bagaimana bersikap dan berinteraksi dengan orang yang lebih tua.
Agaknya ini menjadi tugas bersama ortu milenial untuk membersamai generasi alpha agar bijak menjadi screenager sekaligus manusia di dunia nyata.
Ketika maya dan nyata seolah tak bisa dibedakan, saat itulah ortu wajib hadir di tengah ramainya anak-anak alpha yang well educated, unpredictable, dan memiliki perspektif yang begitu bebas dalam berpikir.
Sudah siap menjadi ortu generasi alpha?
Harus siap!
Komentar
Posting Komentar