Bermain adalah dunia anak-anak. Baik itu bermain dengan alat atau tanpa alat.
Dengan bermain dapat menstimulasi perkembangan sensori motor ananda. Terlebih lagi jika aneka permainan selalu didampingi oleh orang tua/ pengasuh.
Melalui kebersamaan dan kelekatan saat bermain dengan orang dewasa, dapat mempererat komunikasi. Ananda semakin ceria, percaya diri, dan kelak mampu berkomunikasi (berbicara) dengan baik, serta memiliki kemampuan sosial yang baik.
Tapi ada kalanya selepas bermain, ruangan seringkali terlihat berantakan tak keruan. Usianya yang masih terlalu dini, sering merasa cepat bosan dan meninggalkan mainan begitu saja.
Saat itulah benih-benih kekesalan mulai menghinggapi ayah bunda.
Tapi tahan dulu moms....
Memarahi jenis apapun tidak akan berdampak pada mereka. Anak usia dini belum mengenal tanggung jawab, termasuk terhadap mainannya sendiri.
Sehari-hari yang mereka lakukan adalah hasil rekaman dari kejadian di lingkungan. Mereka umumnya hanya meniru apa yang terjadi di sekitar.
Mengapa Rekaman Mereka Baik Sekali?
Di dalam bagian otak (korteks parietal) berkembanglah suatu bagian penting yang disebut neuron cermin (mirror neuron) yang sedang berkembang pesat di usia 2-3 tahun.
Neuron cermin adalah sekumpulan sel syaraf pada manusia yang berfungsi dalam aktivitas meniru (imitasi). Neuron cermin berfungsi megcopy paste semua yang ada di lingkungan.
itulah sebabnya di usia dini, ananda amat senang meniru.
Bersamaan dengan itu, bagian lain di otak yakni bangsal ganglia turut berkembang. Perilaku yang sudah biasa dilakukan akan direkamnya sebagai perilaku kebiasaan.
Tugas utama orang tua adalah mencontohkan segala hal yang baik. Seperti berkomunikasi, cara bersikap, merespon sesuatu, berperilaku mulia.
Termasuk dalam hal merapikan barang milik pribadi seperti mainan, ananda hanya mencontoh atau mengimitasi dari apa yang dilakukan sekitar terhadapnya.
Dirapikan bukan karena itu tanggung jawabnya. berawal dari mencontoh, pembiasaan dan ketika usia 7 tahun ke atas jika dilakukan dengan tahapan yang benar sudah menjadi anak yang mengenal tanggung jawab.
Lantas bagaimana mengenalkan rasa tanggung jawab sejak dini?
Bagaimana agar mereka mau merapikan mainannya?
Yukk simak sharing berikut ini!
#1. Membantu Merapikan Mainan
Ananda yang masih berusia 2-4 tahun terkadang membiarkan sekitarnya terlihat messy. Hal tersebut bukan karena tidak mau merapikan, bisa jadi mereka bingung. mereka tidak tahu cara merapikan mainan yang benar atau yang sesuai keinginan bunda?
Atau bisa juga ia takut dimarahi jika cara merapikan nya tidak sempurna?
Segala kemungkinan bisa terjadi. Sebab itu, di awal usia ia mulai bermain, ayah bunda dan pengasuh harus bersama-sama merapikan mainannya. mencontohkan bagaimana cara merapikan mainan.
Pengorganisasian benda (mainan) adalah langkah awal dari rapi-rapi.
Misalnya jika mainan ananda banyak dan terpisah-pisah, beritahu padanya bahwa lego dimasukkan di kotak merah. Mobil-mobilan di kotak warna hijau, balok-balokan di kotak warna biru, demikian seterusnya.
Beritahu juga saat memasukkan mainan ke kotak tidak di lempar. dan mainan yang kotor sebaiknya dicuci dulu sebelum masuk wadah.
Dampingi dan bantu terus saat mereka bermain. Jika terbiasa, menjelan usia 5 tahun berikan bantun minimal. Biarkan ia mulai merapikan sendiri tapi tetap dalam pengawasan ayah bunda.
Jika ayah bunda konsisten dan sabar, ketika usia penempaan tiba yakni 7 tahun keatas, ananda sudah tidak perlu bantuan lagi ketika merapikan mainannya.
#2. Melakukan Penawaran
Ada kalanya saat sudah dibantu merapikan, ananda tetap tidak peduli dan meninggalkan arena bermain. Jika dibiarkan, ia akan kesulitan membangun tanggung jawab dalam dirinya.
Karena itu, sebisa mungkin ananda harus mau merapikan bersama usai bermain.
Berikan penawaran padanya. Biasanya di usia 2-4 tahun sudah bisa melakukan penawaran.
Biarkan ia belajar memilih. Tawarkan padanya,
"Adek mau jalan-jalan ke alfamat atau dirumah?"
tentunya ia akan memilih jalan ke minimarket karena akan membeli gula-gula kesukaannya.
"Kalau begitu, kita rapikan mainan dulu yuk!"
Ajak ia memilih sesuatu yang ia senangi sampai ia mau merapikan bersama. Cara ini harus dilakukan secara konsisten agar ia terbiasa.
Atau biasakan ia menyelesaikan sesuatu sebelum melakukan sesuatu.
"Kakak mau makan kentang kan habis ini?"
"... Kalau gitu kita rapikan baloknya yuk!"
#3. Walau Belum Sempurna, Atur Emosi
Tentu kita tidak selalu bisa menginginkan cara kerja orang lain sesuai dengan kemauan diri. pun dengan anak-anak.
Di usia yang masih sangat kecil, mereka mengerjakan sesuatu masih dengan mau-nya sendiri. sebab di usia ini adalah usia ke-aku-an diri.
Karena itu, jika pekerjaan ananda belum sempurna dan belum sesuai ekspektasi orang tua, hendaknya ayah bunda jangan terlalu responsif.
Ketika merapikan lego tapi masih ada beberapa tercecer di lantai, biarkan dulu.
Lalu ingatkan.
Ketika mobil-mobilan tiba-tiba ada di kasur bunda, ingatkan ananda, minta kembalikan ke tempatnya tanpa memperlihatkan wajah jengkel ya bun...
Sempurnakan hasil kerja mereka setelahnya. Sebisa mungkin, jangan sampai mereka melihat kalau bunda menyelesaikan pekerjaannya. Karena hal itu, dapat menurunkan kepercayaan diri mereka.
#4. Sabar, Jangan Buru-Buru Ambil Alih
Setelah mengatur emosi diri , agar ananda merasa bahwa mainan itu adalah tanggung jawabnya, ayah bunda jangan terburu-buru mengambil alih tugasnya.
Sebagai orang tua seringkali resah melihat rumah berantakan karena mainan anak. Lalu segera merapikannya karena jika menunggu ananda merapikan, rasanya tidak akan jelas waktunya.
Menanti mereka merapikan malah menambah emosi, dan bunda pun meradang. Jadi daripada omelan yang terlontar, lebih baik bunda yang merapikan.
Namun hal itu, terekam di dalam benak ananda.
tidak apa aku berantakan mainan, ada bunda yang merapikan.
Hal itu akan terulang terus. menurutnya usai bermain, tak perlu repot merapikan, ada bunda sang perapi ulung.
Oleh sebab itu, kembali ayah bunda tidak boleh bosan untuk terus mengingatkan.
#5. Ucapkan TerimaKasih
Kadang kala sebagai orang tua terlupa atau terasa gengsi untuk memberikan apresiasi padanya. Padahal apresiasi tidak melulu berpa hadiah. Ucapan terimakasih sangat berarti padanya.
Walaupun belum sempurna, tetap ucapkan terimakasih.
Ketika ayah bunda yang mengucapkan tentu ia akan merasa dihargai. apalagi jika diucapkan dengan sungguh-sungguh sambil menatap atau sesekali memeluknya.
Pekerjaan merapikan mainan baginya adalah hal berat dan tidak menyenangkan. Tapi jika mendapatkan apresiasi dari orang tua, tentu berbeda rasanya.
#6. Beri Reward Sesekali
Hampir setiap kali ananda merapikan, rasanya tidak pernah ada yang memuaskan. Selalu bunda atau ayah yang mengulang kembali untuk merapikan. Karena itu bagiana dari proses, bersabarlah. tentu hasilnya tidak dihitung dengan hitungan bulan.
Tapi ada kalanya, ketika mood sedang baik atau mainan yang dimainkan adalah mainan baru, ia begitu semangat dan benar-benar keren dalam membereskan. persis dengan apa yang ortu contohkan.
Saat itulah segera berikan hadiah kepadanya. Bunda bisa membuatkan makanan kesukaannya, jus, milkshake, atau gula-gula.
Ketika ada sesuatu yang menyenangkan baginya, bukan tidak mungkin di lain waktu ia akan mengulangi kejadian ((merapikan mainan) yang sama.
#7. Hati-hati dengan ancaman
Anak usia 0-5 tahun baru memiliki otak emosi yang berkembang pesat. otak emosi hanya menagkap yang nyaman dan yang mengancam. Bagian otak itu disebut sistem limbik.
Terkadang, jika sudah mencapai injury time, dan mereka belum mau membereskan juga, orang tua mengeluarkan jurus primitif nya, yakni mengancam.
"Kalau tidak dirapikan, nanti tidak boleh nonton tivi!"
"kalau tidak dirapikan, nanti mainannya mama bakar!"
"kalau tidak dirapikan, legonya mama buang ke tong sampah!"
Saat ortu demikian, ananda akan berpikir
"Haduh... ada yang mengancam, dan itu ayah dan ibuku." :(
Jika ananda terlalu sering mendapat ancaman, maka otak yang mengatur emosi itu akan mengalami gangguan tumbuh kembang.
Walaupun sulit, cobalah untuk meninggalkan cara-cara primitif bagi ananda di era 4.0 ini.
#8. Menjadi teladan
Jika sudah melakukan segala hal, tapi masih juga dirasa belum ada peningkatan. cobalah hal terakhir ini.
Pada dasarnya ayah dan bunda lah yang dijadikan objek utama alat perekam ananda. Orang-orang terdekat dan sering ditemui itulah yang selalu mereka perhatikan.
Jika ortu selalu merapikan langsung barang pribadinya selepas digunakan, itulah yang akan direkamnya.
Sebaliknya, jika ortu menunda untuk membereskan barang pribadinya atau malah sama sekali tidak dirapikan maka hal itu pula yang ditangkap oleh lensanya.
Tentu ayah bunda masih ingat kan jika di fase usia dini otak yang merekam ini lah yang berperan penting dalam merekam kejadian sehari-hari.
Biasakan neuron cermin mereka untuk menangkap hal yang baik ya aybun!
Sungguh pada usia ini dan tahapan selanjutnya sangat tergantung pada orang tua. Jika menginginkan ananda memiliki tanggung jawab terhadap barang pribadinya kelak, ternyata harus ada hal yang harus dipenuhi di fase ini.
Ayah bunda pasti bisa! dan selamat mencoba!:)
Semoga bermanfaat.

Komentar
Posting Komentar