Ada yang pernah mengunjungi tempat penggilingan padi?
Kami pernah.
Kisah ini adalah kegiatan akhir bulan Agustus. Lokasinya tidak jauh dari tempat anak-anak belajar dan berbagi.
Hanya dengan jalan kaki kami bisa mengunjungi tempat penggilingan padi. Tidak cuma itu lho, kami sempat melipir ke sawah, tempat dimana padi berasal.
Tempat ini berada di ds. Klapa Nunggal, Bogor. Area sana memang didominasi dengan bukit kapur dan persawahan. Tidak heran jika masih tersedia jasa penggilingan padi di sekitar sana.
Setelah mampir ke sawah. Kami menuju tempat giling padi. Di tempat tersebut dijelaskan oleh pemiliknya, bahwa mereka bukan petani. Nenek dan anaknya hanya bertugas menggiling padi dari para petani. Setelah menggiling, karungan padi diantar ke distributor/ toko.
Residu dari proses giling padi ini adalah kulit padi. Biasanya orang-orang menyebutnya dengan sekam. Langsung saja pikiranku membayangkan semua sahabatku.
Siapa?
Tentu saja tanaman-tanamanku. Agaknya asik kalau aku membeli sedikit sekam mentah untuk campuran media tanamku. Harga yang diberi pun cukup menggiurkan. Hanya dengan tiga ribu rupiah, aku sudah bisa membawa pulang sekarung besar sekam.
Aku pun membeli sedikit beras. Aku dari dulu ingin sekali mencoba beras asli sana. Berasnya pun masih segar dan tidak bau apek. Setelah kucoba dirumah rasanya pun lumayan. Air cucian beras kugunakan untuk menyiram tanaman dan berasnya tentu saja kumakan, hehehe. Harga beras perliter dibanderol dengan harga delapan ribu rupiah.
Setelah itu kami pun bergegas pulang ke tempat belajar.
Dari kegiatan hari ini, sepertinya yang paling mengesankan saat anak-anak melihat gunung sekam. Sekam mentah itu sedemikian banyaknya sehingga nampak seperti bukit pasir yang bisa di awur-awur.
Kalau moms sendiri bagaimana?
Sudah pernah mengunjungi tempat giling padi?
Sepertinya hal ini akan aku agendakan saat pulang kampung. Seringkali kulihat pak tani di kampung simbah mengerjakan kegiatan itu, tapi kami terlalu acuh. Padahal proses bagaimana tanaman padi bisa berada dalam magic com itu sangat perlu diketahui, apalagi oleh anak-anak.
Ada proses panjang dan melibatkan banyak pihak untuk mengkonsumsi segenggam nasi. Sehingga tidak mudah bagi anak-anak dan dewasa untuk menyisakan nasi di piringnya.
Tidak hanya itu,
Bahwa proses yang panjang itu berubah menjadi sebagian rezeki yang Allah limpahkan melalui sesuap nasi.
Membuang, menyisakan, sama halnya dengan menolak rezeki.
Rasanya sangat disayangkan jika ada nasi yang harus terbuang.
Mengambil secukupnya saat makan, mungkin jadi hal termudah agar nasi di piring habis.
Atau mengingat bahwa kita jauh lebih beruntungketimbang saudara-saudara kita yang boro-boro bisa ketemu nasi menjadi cara terampuh juga.
Somehow,
Tahu cerita dan mengingat orang lain akan membuat kita lebih menghargai arti dari sebuah panganan.
Salam giling padi,
Mama Dhiyaan dan Danish
Komentar
Posting Komentar