Langsung ke konten utama

Memahami di Masa Pandemi

Aku termasuk golongan emak-emak yang jarang kumpul offline. Kalaupun mau luring aku lebih memilih secara personal, tidak bergerombol. Aku lebih memilih dengan yang dekat dan sudah sehati. Jika komunitas baru, aku menilik Kembali apa tujuan kumpulnya. 

Menguras energi, itu yang ada di benak introver saat luring tanpa alasan. Sendiri dan melakukan something good itu bisa mencharge Sebagian diriku. Seperti saat ini, aku kembali menulis di saat anak-anak masih tertidur pulas dan pak suami pun sedang sibuk dengan pekerjaannya.


Anyway,

Walaupun jarang kumpul luring, aku tetap menjadi curhatan para sahabat hahahaha.

Selama pandemi ini curhatan emak-emak ya sama, masalah cuan.

Kalo aku bikin urutannya, kurang lebih begini:

  1. SPP bayar full tapi pelayanan gak full
  2. Sulitnya menjadi guru bagi anak sendiri
  3. Masuk sekolah aja dah lu sana tonk!

Hal ini cukup dilematis bagi kaum ibu. Tapi tentu saja itu dari kacamata mereka. Bagaimana kalau dibalik, wahai bapak ibu guru tercinta, adakah curhatan dari kalian??

BUANYAKKKK.

*****

Hari ini, aku mau cerita yang nomor 1.

Perihal spp, napa sih gak diturunin ajee?😅


Aku adalah istri dari seorang guru.

Semenjak pembelajaran jarak jauh (PJJ), jujur saja aku tidak bisa membedakan lagi kapan family time, kapan work time.

Dari pagi hingga malam suamiku sibuk membalas chat dari siswanya.

Akhir pekan sibuk membuat video tutorial sampai bolak balik kebon-rumah, rumah-kebon begitu seterusnya.

Di belakang video ini, ada dua anak kecil terlibat dalam pemencetan tombol on, off, dan pause. Ada seorang istri yang mengatur latar belakang panggung. Dan tentu saja ada kuota yang entah berapa besarnya.



Belum lagi pas shooting diliatin emak-emak dan anak-anak balita, akibatnya suara bocah ikutan masuk.

Lagi asik-asik shooting, si Danish anak bungsu kami nangis. Take lagi. Ulang lagi ampe hasilnya bagus.

Mengeluh?

Awalnya iya, tapi sudahlah. It’s not our teritority.


Bukan kemauan aku, kamu, dan suamiku untuk menghadapi pandemi ini.

Setiap orang merasa merugi, tapi bukan kekuasaan kita untuk mengubah segalanya.

Ini momentum untuk belajar memahami.

Guru memahami ortu, ortu memahami guru.

Jika terus menerus menyalahkan satu sama lain, kapan kita membaik?

Kapan dunia membaik jika penghuninya saja saling menuding.

*****

Balik lagi ke masalah cuan dan spp.

Aku tidak tau bagaimana persisnya pengaturan administrasi sekolah. 

Pimpinanku pernah bilang, 

“Anda semua gak akan pernah paham bagaimana dana mengalir,  cukup saya dan pihak keuangan sekolah yang mengatur, kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk kesejahteraan anda.”


Artinya, bukan tidak transparan. Kita gak akan pernah tau persis karema itu bukan wilayah kita.

Seseorang tentu saja sudah bekerja sebaik  mungkin dalam menjalani tugasnya. Termasuk saat pandemi.


Seorang dosen Universitas Negeri Jakarta suatu hari membuat status di medsos,

 “SPP bukan dibayar karena siswa mendapat fasilitas, tapi juga karena siswa terdaftar sebagai siswa sekolah tersebut.”

 

Aku jadi ingat dengan BPJS dan dana asuransi lainnya.


Anggap saja ketika membayar spp adalah masa investasi Ananda untuk mendapatkan legalitas dan bimbingan online dari guru serta sekolah.


Atau,

Bagaimana jika ditingkatkan sedikit, 

Jika masih terdaftar di sekolah tersebut, anggap saja bahwa ada satu lagi manusia yang mendoakan kebaikan Ananda.


Bapak dan ibu guru tercinta tentu mendoakan anak-anak kita dirumah. Siapa yang tidak mau jika putra-putrinya disebut namanya ke atas langit?

Orangtua manakah yang menolak saat sang pendidik yang sedang berjuang pun masih mengingat anak-anak kita?


So complicated ya moms.


Tapi sebenarnya simpel.


Mari kita memahami bersama.

.

Tidak bisa mengharapkan hal normal di kondisi abnormal.


Berdoa bagi kebaikan rezeki kita tentu lebih baik. 

Berdoa agar dunia membaik tentu lebih sehat.


Jika raga ini sudah diberi Kesehatan, jangan sampai jiwa kita yang turut sakit.


Yukkk kita lapangkan hati seluas-luasnya agar diberi kekuatan jiwa raga dalam mendidik Ananda.

Sisakan space pula untuk memahami keadaan orang lain , lepaskan sebentar kacamata kita, agar hati yang membaca.


Semoga dunia membaik.

Salam Mama Dhiyaan dan Danish

 


Komentar

  1. Saya jg mulai memahami kondisi ini Bun😁, jadi terus berusaha saja,berdoa dan ttp semangat...💪💪😁

    BalasHapus
  2. MaaSyaa Allah...
    Tetap semangat bundaaa 😘

    BalasHapus
  3. MaaSyaa Allah...
    Tetap semangat bundaaa 😘

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Anak-Anak Sulit Membedakan Kanan dan Kiri?

Kanan, kiri kulihat saja  Banyak pohon cemaraaa…aaa Kanan kiri, kulihat saja Banyak pohon cemaraaaa… Siapa yang tidak mengenal lagu tersebut. Ayah dan bunda pasti pernah menyanyikannya waktu kecil. unsplash.com Lalu sekarang menyanyikannya bersama ananda tercinta. Tapiiii…. Kalo tiba-tiba mereka bertanya,  “Bunda, sebelah kanan yang mana sih?” Nah lho, udah nyanyi enak-enak, ternyata mereka belum bisa membedakan mana bagian kanan dan kiri.  ***** Hal inilah yang sering dirasakan sebagian orang tua.  Hal ini seringkali tidak disadari, walaupun mereka makan dan menerima benda menggunakan tangan kanan, dan istinja dengan menggunakan tangan kiri. Ketika menerima perintah, "Kakak tolong ambilkan bawang merah di kotak sebelah kanan botol minyak." Bagi anak yang belum paham, akan sejenak berpikir dan mencari bagian yang dimaksud bunda. Bagi ananda yang sama sekali kebingungan, akan terus celingukan mencari mana kanan dan kiri. Hal ini dinamakan left and right...

After School Doctor, Serial Jepang Unik, Hangat dan Penuh Empati (Sebuah Review)

www.imdb.com Judul Film (Serial): After School Doctor Sutradara: Yuma Suzuki, Kentaro Nishioka Penulis: Mayu Hinase (manga), Kayo Hikawa Tahun rilis: 2024 Episode : 10 Genre: Drama (medis dan sekolah)  Pemeran: Kouhei Matsushita (dr. Makino), Aoi Morikawa (Ibu guru Shinoya), Horan Chiaki (Ibu Guru Yoshino), dll Platform: Netflix Manga Houkago Karute  After School Doctor adalah series yang berasal dari negeri sakura. Series ini berasal dari manga yang berjudul Houkago Karute yang ditulis oleh Mayu Hinase. Cerita ini diawali dengan dokter Makino, seorang dokter anak yang dipindah tugaskan ke sebuah Sekolah Dasar. Ia menjadi dokter penanggung jawab di Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).  Dokter Makino dipindahkan karena beberapa masalah pribadi yang terjadi di sana. Ia terkenal dengan dokter anak yang keras, dingin dan selalu bicara apa adanya. Karakternya pun tidak banyak berubah ketika bertugas di UKS. Dokter Makino memiliki kemampuan analisis dan observasi yang taj...

PJB 5, Komik Islami yang Bergizi dan Renyah

Judul buku: Pengen Jadi Baik (5) Nama pengarang buku: Squ Tahun terbit buku:2019 Penerbit: Wak Up Early Ketebalan buku: v+155 halaman Harga: Rp 50.000 “Angel investor yang kumaksud disini adalah orang baik yang mau memberi pinjaman kepada kita tanpa mengharapkan tambahan apapun, tanpa bunga, tanpa balas jasa, tanpa ambil untung apapun,. Hanya murni menolong, ikhlas, Lillahi Ta’ala.” (Pengen Jadi Baik, halaman 32) Potongan isi tersebut ada di dalam seri ke-5 dari Pengen Jadi Baik. Seperti seri sebelumnya, Pengen Jadi Baik tetap menjadikan abah, Mama K, dan Kevin sebagai tokoh utamanya. Komik ini mudah diterima seluruh kalangan. Bahasa yang mudah dipahami dan adanya tokoh Kevin yang selalu diceritakan di tiap jenjang usianya ikut meringankan cerita ini. Berbeda dari seri sebelumnya, yakni PJB 4, membaca PJB 5 seperti kembali membaca tiga seri sebelumnya. Pada PJB 4 hampir 50% nya menceritakan seputar ibadah haji yang keluarga Abah laksanakan. PJB 5 kembali menceritakan keseh...