Banyak orang tua sering mengeluhkan tentang putra putrinya yang tulisannya tidak rapi. Keluhan lain secara bersamaan juga terjadi pada anak yang tidak mau dan tidak suka menulis. Jika ini terjadi pada anak usia dini tentu tidak masalah. Permasalahan yang sering terjadi adalah pada anak Sekolah Dasar. Umumnya dialami pada anak yang baru masuk sekolah dasar, yakni usia 6-7 tahun hingga beberapa tahun ke depan. Biasanya ada satu titik dimana ia akan mulai rajin menulis karena sadar kewajibannya sebagai seorang pelajar. Namun tetap saja, tulisannya sulit untuk rapi.
Saat aku menjadi guru SD, para orangtua sering menanyakan solusinya bagaimana caranya agar anak mereka memiliki tulisan yang rapi. Tentu aku tidak punya banyak solusi saat itu. Belajar latihan menulis sesering mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Aku hanya bisa membimbing semampuku dalam menulis, pun orangtuanya dirumah melakukan hal sama tetap si anak tidak bisa menulis rapi.
Jika demikian para orang tua pun semakin bingung apa penyebab tulisan anak tidak rapi. Sudah berlatih ratusan kali tapi tetap tidak memberikan hasil yang maksimal. Setelah membaca dan mendengar dari berbagai narasumber ternyata menulis dengan tangan melibatkan integrasi sensori.
Sebagaimana kita merawat tanaman sesuai usianya, demikian pun anak manusia. Anak harus dirawat dan diajak tumbuh sesuai usianya dan tahapannya. Mereka tidak ujug-ujug pandai menulis, tapi juga harus pandai bergerak dan terampil terlebih dahulu. Sebab menulis tidak hanya merujug pada kekuatan dan ketahanan, tapi juga emosi.
Saat aku menjadi guru SD, para orangtua sering menanyakan solusinya bagaimana caranya agar anak mereka memiliki tulisan yang rapi. Tentu aku tidak punya banyak solusi saat itu. Belajar latihan menulis sesering mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Aku hanya bisa membimbing semampuku dalam menulis, pun orangtuanya dirumah melakukan hal sama tetap si anak tidak bisa menulis rapi.
Jika demikian para orang tua pun semakin bingung apa penyebab tulisan anak tidak rapi. Sudah berlatih ratusan kali tapi tetap tidak memberikan hasil yang maksimal. Setelah membaca dan mendengar dari berbagai narasumber ternyata menulis dengan tangan melibatkan integrasi sensori.
Secara sederhana sensori integrasi adalah penggabungan reaksi dari berbagai sensori. Sensori sendiri berarti rangsangan yang masuk ke tubuh kita. Contohnya sensori visual (penglihatan) adalah saat seorang anak melihat sebuah tulisan lalu menuliskannya melalui pensil dan buku menjadi sebuah tulisan. Proses interpretasi itu melibatkan sensori sentuhan, keseimbangan tubuh dan kekuatan dalam menggenggam pensil.
Oleh karena itu, menulis dengan tangan tidak hanya membutuhkan latihan yang terus menerus. Namun tahap apa yang sudah dilalui anak sebelum usia bisa menulis (0-5 tahun). Jika ingin tulisan anak rapi maka penuhi dahulu kebutuhan motoriknya. Agar kuat menggenggam pensil seorang anak harus memiliki tangan dan lengan yang kuat. Tidak hanya itu, seluruh tubuh pun harus kuat agar anak tidak mudah Lelah menopang tubuhnya dan bosan saat menulis. Kegiatan yang dapat memperkuat fisik anak contohnya adalah dengan kegiatan berlari, melompat, menggantung, memanjat dan berenang.
Pada anak yang fisiknya kuat, ketahanan tubuh dan ketahanan menulis nantinya akan mudah dilalui. Selanjutnya, yang perlu dilatih adalah motorik halus. Jika ketahanan tubuh sudah baik, maka kelenturan otot tangan dan jemari harus ditingkatkan. Anak yang tangannya sudah lentur sangat mudah untuk mempertahankan kerapian tulisan terlebih lagi jika tulisan sambung.
![]() |
| Menulis melibatkan koordinasi anggota gerak atas, anggota gerak bawah dan penglihatan |
Oleh karena itu, menulis dengan tangan tidak hanya membutuhkan latihan yang terus menerus. Namun tahap apa yang sudah dilalui anak sebelum usia bisa menulis (0-5 tahun). Jika ingin tulisan anak rapi maka penuhi dahulu kebutuhan motoriknya. Agar kuat menggenggam pensil seorang anak harus memiliki tangan dan lengan yang kuat. Tidak hanya itu, seluruh tubuh pun harus kuat agar anak tidak mudah Lelah menopang tubuhnya dan bosan saat menulis. Kegiatan yang dapat memperkuat fisik anak contohnya adalah dengan kegiatan berlari, melompat, menggantung, memanjat dan berenang.
Pada anak yang fisiknya kuat, ketahanan tubuh dan ketahanan menulis nantinya akan mudah dilalui. Selanjutnya, yang perlu dilatih adalah motorik halus. Jika ketahanan tubuh sudah baik, maka kelenturan otot tangan dan jemari harus ditingkatkan. Anak yang tangannya sudah lentur sangat mudah untuk mempertahankan kerapian tulisan terlebih lagi jika tulisan sambung.
Jika anggota gerak atas sudah kuat, maka tidak sulit untuk menghasilkan tulisan yang bisa terbaca orang lain.
Beberapa contoh kegiatan motorik halus adalah meronce, menggunting, memotong, bermain pasir, bermain playdough, menggambar, menempel, memasak, dll.
Anak yang sudah memiliki kemampuan motorik kasar dan halus yang sudah baik, maka guru ataupun orangtua lebih mudah dalam membimbing mereka menulis.
Anak yang sudah memiliki kemampuan motorik kasar dan halus yang sudah baik, maka guru ataupun orangtua lebih mudah dalam membimbing mereka menulis.
Nah, bagaimana jika seorang anak sudah terlanjur memiliki tulisan tidak rapi di usia sekolah? Jawabannya tentu saja mereka harus mengulangi fase yang terlewati,yaitu fase memperkuat anggota gerak (tangan dan kaki) dan fase memperlentur anggota gerak.
lalu bagaimana dengan latihan menulis sesering mungkin?
Hal ini bisa saja membantu, tapi membutuhkan waktu lama, dan latihan keras.
Seringkali latihan keras ini bisa membuat ananda kembali lagi ke 'tulisan zaman batunya'.
Singkatnya, jika memilih shortcut dengan latihan tanpa mengulangi kematangan motorik maka tulisan rapi hanya terkesan sekali-sekali saja.
Sebagaimana kita merawat tanaman sesuai usianya, demikian pun anak manusia. Anak harus dirawat dan diajak tumbuh sesuai usianya dan tahapannya. Mereka tidak ujug-ujug pandai menulis, tapi juga harus pandai bergerak dan terampil terlebih dahulu. Sebab menulis tidak hanya merujug pada kekuatan dan ketahanan, tapi juga emosi.
“Menulis dengan tangan menunjukkan kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi dan dorongan.” (Ibu Yeti Widiati, 2017)
Salam Menulis Indah
Mama Dhiyaan dan Danish

Komentar
Posting Komentar