Seorang manusia biasa tidak pernah luput hati dan pikirannya dari hal keduniaan. Duniawi yang terkadang membawa kita ke alam lain yang melupakan hari akhir. Padahal hidup ini amat singkat, pergunakanlah dengan melakukan, mendengar dan melihat hal baik. Namun, dunia itu sangat penuh warna. Sangat tidak mungkin hati seseorang steril dari kuman sekecil apapun. Oleh karena itu, ketika hati mulai merasa memiliki noda yang ditandai dengan kegalauan, ada kalanya kita membutuhkan waktu charging. Charging hati di tiap orang tentu memiliki cara yang berbeda-beda.
Charging hati menurut definisiku adalah proses mengisi kembali relung hati yang kosong agar diisi oleh suatu yang bermanfaat. Ada yang mengisinya melalui tulisan, ada yang melantunkan ayat suci dengan jiwa yang ikhlas, ada pula yang mendatangi majelis ilmu. Hal itu lah yang aku lakukan dua hari lalu. Bagi yang senang menulis, dengarkanlah kajian dari para pakar lalu catat lah dalam buku. Sebuah ilmu hanya bisa diikat dengan tulisan.
Hari itu aku seperti mendapat sumber mata air jernih yang menyegarkan. Pengisi materi bernama Bunda Galuh seorang pakar parenting dan Quran di komunitasku. Bunda galuh mengawali materi tentang arti singkat dari hafizh. Hafizh sebetulnya menurut beliau artinya adalah pemelihara Quran bukan penghapal Quran. Seseorang yang mampu memelihara Quran dengan hati ikhlas tentu secara tidak langsung kenal baik dengan isi Quran tersebut. Jika sekedar menghapal Quran maka hanya tercantum di dalam pikiran kognitif kita. Pemelihara Quran adanya di dalam hati, sehingga sulit untuk seseorang melupakan apa yang telah tertanam di hatinya.
Beliau kembali mengingatkan tentang jiwa indah anak 0-7 tahun. Terkadang para orangtua beranggapan bahwa Quran harus dihapal sedini mungkin. Entah itu karena golden age dan lain sebagainya. Padahal secara psikologi dan fisiologi struktur otak anak 0-7 tahun belum genap otak berpikir kognitifnya. Akibatnya, cepat mereka menghapal cepat pula mereka lupa akan sesuatu yang dihapal. Bunda galuh berpesan untuk mereka yang berusia di bawah tujuh tahun cukup bunda pesonakan mereka akan keimanan. Ajak mereka percaya tentang kebesaran Tuhan melalui imaji positif, bukan menakut-nakuti.
“kalau adek berbohong nanti masuk neraka lho!”, Hal tersebut yang sering kita dengar sehari-hari saat nada mengancam keluar dari ucapan bunda. Padahal anak-anak benci dengan pengancaman. Ajak anak-anak terpesona dengan kenikmatan yang ada disekitarnya. Bunda Galuh berpesan beberapa hal:
- Ajak anak-anak terpesona pada kebesaran Allah
- Ajak anak-anak terpesona dengan Nabi Muhammad SAW
- Ajak anak-anak terpesona dengan adzan.
- Ajak anak-anak terpesona dengan Al-Quran
Salah satu contoh mengajak anak terpesona pada kebesaran Allah dengan memberikan mereka sebuah kenikmatan kecil yang tak terpikirkan.
“ Harum sekali bunga kecil ini buk!”, ucap Danish saat menghirup aroma melati putih di kebun uyutnya. Bunda bisa jelaskan pada Danish bahwa Allah yang memberikan aroma harum pada melati tersebut. Bahwa Allah terlah memberi nikmat pada Danish berupa penciuman yang baik sehingga ia dapat menghirup aroma segar tersebut. Allah Maha Baik yang telah memberikan kenikmatan yang tak terhingga pada tiap mahklukNya.
Perihal keimanan lah yang harus sangat ditekankan pada ananda usia dini. Sama hal nya dengan pesona terhadap kitab suci. Bagaimana mungkin mereka dapat menghapal dengan jiwa indah jika tidak pernah kenal dan terpesona dengan Quran itu sendiri?. Hari itu aku mendapatkan suatu pelajaran berharga bahwa mereka akan terperangah dan cinta dengan Quran jika orangtuanya sendiri juga cinta pada Quran. Hal ini terutama ditujukan pada bunda yang kerap menemani anak lebih intens dalam sehari.
Bunda harus mencintai Quran sebelum ananda. Bunda harus tulus dan tenang saat membaca kitab suci. Lantunan ayat yang ikhlas, dengan tartil yang tepat, dan bahagia saat membacanya akan menjadikan magnet bagi ananda. Ananda yang mendekat saat bunda melantunkan kitab suci adalah pertanda bunda mulai dijadikan magnet cinta Quran. Bunda yang berperan sebagai magnet akan sangat mudah membuat anak jatuh cinta pada Al-Quran, pedoman hidup umat muslim.
Hal tersebut menjadi sebuah renungan bagiku karena belum bisa menjadi magnet Quran bagi anak-anakku. Anak adalah cermin dari diri dan jiwa orangtuanya. Oleh karena itu, orangtua yang sanggup menjadi pemelihara Quran bukan tidak mungkin akan melahirkan anak-anak yang juga seorang Hafizh atau pemelihara Quran.
Komentar
Posting Komentar