Langsung ke konten utama

Bakso Abang Malin


liputan6.com

“Malin . . . tolong ambilkan ibu kelapa le.”, tole dalam bahasa Jawa artinya anak laki-laki. Malin adalah anak semata wayang hasil peranakan Jawa dan Minang. Ayahnya sedang merantau ke Jakarta menjadi pedagang celana mukena di tanah abang bersama Mamak Fajri .

“Bu, kelapanya kemarin mau dibeli Pakde Bambang, bolehkah bu?”, Malin anak yang santun dan penurut. Ia selalu meminta izin dalam hal apapun pada ibunya. Hampir setiap hari anak itu tidak pernah membuat salah. Pernah ia sesekali dimarahi, tapi bukan hanya untuk hal yang sepele. Ibu waktu itu marah karena Malin pulang bermain hingga adzan magrib berkumandang. Suatu hal yang lumrah bagi bocah 10 tahun jika lupa waktu bermain sesekali.

“Boleh saja le, nanti uangnya kamu simpan untuk beli sepatu baru.” Malin pun lonjak kegirangan. Baru pertama kalinya ia boleh mengantongi jerih payahnya sendiri. Biasanya, uang hasil penjualan kelapa ia serahkan ke ibu. Walaupun uang bulanan bapak tidak pernah kurang, entah kenapa Malin ingin selalu membuat ibunya senang.

Malin dan keluarganya tinggal di dekat pantai selatan Jawa Tengah. Jarak dari rumah Malin ke pantai kira-kira 3 km. Sepulang sekolah biasanya Malin ke kedai bakso ibunya. Ibu dan Mbah Mul, tetangga Malin, membangun warung kecil-kecilan. Ibu Malin pandai memasak, sedangkan Mbah Mul diajak ibu berjualan karena ia sebatang kara. Sanak cucunya telah tiada akibat kecelakaan maut beberapa tahun silam.

Malin selalu bilang kepada ibu, bahwa ia saja yang menjaga kedainya. Menurut Malin, ibu masih muda dan cantik. Malin kuatir kondisi pantai tidak baik bagi wanita semenarik ibu. Walaupun ibu mengenakan hijab, namun wajah ibu begitu memesona yang memandang. Sayangnya, keinginan Malin tidak ibu kabulkan. Malin saat itu baru 12 tahun. Ibu mengizinkan ia menjaga kedai saat 15 tahun. Sejak saat itu, ia berdoa agar Tuhan mempercepat waktu supaya Malin bisa menuju ke usia itu. Namun bukan Maling namanya jika tidak pandai tawar menawar. Perdebatan tentang jam penjagaan kedai pun terhenti saat ibu bersedia menjaga hingga lepas ashar.
*****

Bulan ini jadwal bapak pulang . Bapak pulang ke Jawa tiap 6 bulan sekali. Bapak bilang ketika Malin berusia 15 tahun, ia akan pensiun menjadi pedagang mukenah. Entah mengapa dengan angka tersebut, Malin semakin merindukan waktu datangnya usia itu.
“ Pak, Malin ndak mau sekolah lagi ya?”, jujur saja bapak dan ibu bingung mendengar permintaan putranya. Padahal tahun depan ia akan menjadi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).
“ ada apa nian ini sebenarnya kalo bapak boleh tau?,” Malin sebenarnya ingin menjelaskan bahwa sekolah tidak terlalu penting baginya. Ia seolah sudah mengetahui peran hidupnya kelak. Malin ingin jadi pedagang, enterpreuner yang cemerlang. Ia butuh mentor hebat akan hal itu. Sekolah biasa bukan tempat yang sesuai.

Namun pendapatnya ia urungkan. Bapak dan ibu tidak akan mengerti. Malin banyak belajar dari kawan-kawan sosial medianya di kota yang menjalani homeschooling. Para homeschooler itu asik sekali, menekuni dan mendalami minat yang mereka sukai. Homeschoolers tidak sekolah biasa tetapi menjadi luar biasa.

Tahun yang dinanti-nanti Malin telah datang. Malin genap 15 tahun dan boleh menjaga kedai bakso ibu. Malin sekarang pun tidak lagi merindu bapak karena ia sudah dirumah menjaga ibu dan calon adik bayinya yang terpaut usia 15 tahun. Sejak hari itu, ibu menepati janjinya. Malin menjaga penuh kedainya tanpa ditemani Mbah Mul yang saat ini lebih suka menemani ibu yang sebentar lagi akan bersalin. Bahkan, Malin sekarang sudah memegang kendali kedai itu termasuk memegang resep racikan bakso ibu. Usaha ibu dihandle oleh remaja ingusan. Takdir meginginkan Malin menjadi pengusaha bakso termuda satu Kabupaten Cilacap.

Melihat kegigihan dan kemampuan besar putranya rasanya bapak Malin memahami keinginan putranya yang dulu sempat tidak ingin sekolah. Orang Minang harus pergi merantau. Malin pun akan demikian, pergi merantau seperti bapak. Namun bapak tetap menginginkan Malin menjadi sarjana nantinya.
“ Jika kau ingin pergi berbisnis, pergilah nak, berguru lah dengan Mamak Fajri di Tanah Abang,”, jelas bapak sore itu sambal mengajak Malin berbincang di teras rumahnya yang tidak berpagar

“ Tapi Malin gak mau jualan mukenah pak, Malin suka bakso, Malin ingin berguru pada Datuk bakso itu”, datuk bakso adalah sebutan Malin pada pengusaha bakso terkenal di Jakarta, Ia tahu siapa nama aslinya, namun karena tubunya gempal dan berkulit putih seperti bakso, Malin lebih suka memanggilnya demikian.

“ belajarlah kau dulu berdagang yang baik, mengobrol lah dengan banyak orang, berguru pada mamak tentang urus keuangan dan segala rupa kelak kau akan bertemu dengan yang lebih hebat lagi”, Malin pun terdiam. Ucapan bapak ada benarnya, bukankah Malin ingin sekali berguru pada maestronya? Berjualan bakso dikampung sendiri tentulah laris. Satu kampung mengenal Malin dan rasa baksonya yang sedap. Belum tentu nanti jika baksonya dibawa ke Jakarta akan seramai saat di kampungnya.

Lagipula Mamak Fajri itu sudah memiliki ratusan karyawan yang tersebar di Pulau Jawa. Merek dagang mukenanya Sartika Muslim Wear sudah terkenal seantero toko dagang online. Kali ini bukan masalah jenis dagangannya, tapi ilmu apakah yang Mamak Fajri punya hingga mukena dan produk muslim lainnya bisa begitu populer.

Malin pun berangkat ke Jakarta. Ibu dan Bapak sudah merestui dan menyangoni Malin sedikit saja. Malin di usia 16 tahun sudah memiliki tabungan lumayan banyak untuk bekal hidupnya merantau. Malin yakin ia akan menjadi orang besar suatu hari nanti. Satu pesan ibu tadi, Malin jika kau sukses jangan lupakan kampung halamanmu.
******
Cilacap siang itu cerah sekali, Ibu sudah melahirkan adik perempuan Malin. Bayi itu diberi nama Karmila. Kesibukan ibu mengurus bayinya sedikit melupakan kesedihan karena baru saja ditinggalkan anak bujangnya. Sementara itu, Malin sudah bersama Mamak Fajri di Jakarta.

Mamak Fajri sayang sekali dengan Malin. Malin tidak ubah seperti halnya ia kecil dulu. Malin dewasa semakin tekun dan santun. Ramah terhadap penjual hingga tidak jarang pelanggan mukena mamak yang memiliki anak gadis ingin sekali menjodohkan putri mereka dengan Malin. Malin juga hobi memberikan bonus ciput pada pelanggan yang membeli satu mukena dan bonus bros cantik jika membeli 2 mukena.
Mamak tidak terlalu ambil pusing dengan strategi Malin, toh kedua barang itu memang jarang dicari customer. Malin selalu bilang, 
“Kang Dewa Prayoga bilang kalau ingin lebih ramai, kita harus memberikan bonus walaupun itu kecil dan bonus itu jangan bilang-bilang, konon wanita suka kejutan mak!”. Kalau sudah begini jadi terbalik, mamak yang belajar dari Si Malin.

Usia Malin sudah delapan belas, saatnya ia mengikuti ujian kejar paket C.  Malin pun tak lupa meminta doa restu kepada bapak dan ibu sebelum menempuh ujian melalui video call. Di dalam video Karmila terlihat menggemaskan. Rambutnya tebal dan senyumnya cantic mirip ibu, Karmila sudah 3 tahun sekarang. Ia sudah bisa memanggil Malin dengan sebutan abang. Malin menangis bahagia dipanggil seperti itu.

Perangai Malin yang baik, budi pekerti yang halus mendatangkan nasib baik baginya. Selepas lulus ujian paket C ia diterima di Perguruan Tinggi Negeri daerah Depok. Malin menempuh jurusan ekonomi islam. Jurusan yang sangat ia dambakan sejak di SMP dulu. Bukan main senang hati bapak dan ibu ketika mendengar kabar ini. “ Alhamdulillah, anak ambo jadi calon sarjana ekonomi!”, teriak girang bapak di negeri Cilacap sana.

Malin yang terkenal ulet tentu saja mudah melewati ujian demi ujian. Ia hampir tidak pernah kesulitan keuangan. Walau jarang bersua mamak, Malin kerap berdagang online mukena mamaknya, tentu saja laris. Terlebih lagi jika bulan Ramadhan tiba, permintaan membludak terutama dari kawan kampus Malin. Malin yang supel dan sangat santun sangat mudah memikat hati para gadis bahkan dosen-dosen wanita disana. Salah satu ibu dosen itu adalah Ibu Yayuk, wanita paruh baya asal Solo berperawakan gemuk dan ceria, beliaulah yang sekaligus menjadi dosen penguji Malin.

Beberapa pekan menjelang sidang skripsinya, Bu Yayuk meminta Malin keruangannya untuk mengambil revisi seminar penelitiannya yang berjudul, Pengaruh Biaya Periklanan, Biaya Promosi Penjualan dan Biaya Produksi terhadap Volume Penjualan Bakso Pemuda di Kabupaten Bogor Utara.
“ Saudara seperti dekat sekali dengan pedagang bakso, ada sejarahkah?”, Malin hanya cengar cengir di ruangan Bu Yayuk, ia bingung menjawabnya.
“ Waktu SMP saya pernah menjaga kedai bakso milik ibu saya, bu.”

“Hanya itu? Saya rasa lebih dalam lagi deh. Bener Malin gak mau cerita sama ibu?”, suasana pun mulai mencair. Malin pun bercerita semuanya dari awal hingga membuat Bu Yayuk terpesona.

“Seharusnya, sudah dari TK kamu tinggal di Jakarta nak!”, Malin pun melongo mendengar kalimat dosen pembimbingnya itu.

“Setelah kamu sidang, datang kerumah ibu ya bilang saja mau bertemu Datuk Rahmat.”
Malin seperti tidak asing dengan nama itu, tapi ia lupa.

Di Rumah Bu Yayuk
Malin dipersilahkan duduk di gazebo taman rumah dosennya itu. Pekarangannya amat luas, banyak sekali tanaman di sekitarnya.
“ nak malin ya?”, sapa pria 60 tahun itu dari balik gazebo.
Saat Malin berbalik, ia pun terkejut melihat sosok pria yang sangat ia idolakan sejak kecil. Tubuhnya jauh lebih langsing, Malin hampir tak mengenalnya, namun senyumnya di layar TV yang menawan tidak bisa Malin lupakan.

“ Bapak sekarang kurus nak, sakit, mungkin kebanyakan makan bakso” katanya sambal tertawa kecil. Ia seolah membaca jalan pikiran Malin.

“ Bapak ingin kenal Malin lagi lebih jauh, selesai jadi sarjana Malin sering-sering datang kerumah bapak ya”, Datuk bakso hampir bukan terlihat seperti orang minang, mungkin karena sering bergaul dengan Ibu Yayuk
Tidak lama Anita, putri Datuk yang sangat manis datang membawakan kopi untuk kedua pria itu. Anita begitu manis dan mungil untuk gadis seusianya. Malin menyebutnya gadis bunga asoka.


Sudah lama Datuk Rahmat mencari seseorang yang bisa dipercaya untuk meneruskan usahanya. Ia mencari pria jujur, ulet dan paham akan bakso. Hingga akhirnya ia bertemu Malin. Ibu Yayuk adalah wanita yang unggul dalam melihat potensi seseorang. Datuk sangat mempercayai istrinya itu. Hampir setiap hari Malin bertandang kerumah Datuk, entah untuk berbincang seputar bisnis atau resep rahasia bakso. Terkadang ia datang hanya untuk menemani datuk bakso bermain scrabled, tanpa datuk sadari pandangan Malin bergeliat mencari dimana gadis bunga asokanya.

Tiga bulan setelah Malin menjadi sarjana, saat itulah tanpa ia sadari Datuk selalu mengamati gerak geriknya. Datuk pun tahu benar, bahwa tidak hanya cita-cita yang membawa Malin selalu ke rumahnya, tetapi juga cinta. Resmilah tahun itu Malin menjadi istri Anita sekaligus pemilik Resto Bakso Datuk Rahmat. Sayangnya orangtua Malin tidak dapat hadir karena ayah dan ibu harus mengurusi kematian Mbah Mul yang tiba-tiba. Suatu hari nanti Malin berjanji akan datang menemui ibu bersama istrinya.


Karmila sudah berusia 16 tahun sekarang. Parasnya begitu cantik seperti ibunya waktu muda. Karmila tidak seperti gadis tropis lainnya, kulitnya putih seperti Mutiara dan bicaranya halus seperti peri tinker bell. Ia pun sama seperti orangtuanya begitu merindukan abangnya.
Tahun ini abang janji akan pulang, katanya mau naik mobil putih besar bersama Kak Anita dan berhenti di kedai ini. Ujar Karmila dalam hati.

Karmila usai sekolah menjaga kedai bakso bersama bapak. Setiap hari Karmila yang selalu menanti abangnya pulang. Ia amat bangga kakaknya begitu terkenal di Jakarta. Di sekolah nanti ia bisa membuktikan pada teman-temannya bahwa Uda Malin itu sungguhan abangnya. Sementara ayah dan ibu hanya pasrah menanti Malin walaupun mereka jauh lebih merindukan Malin.

Ciiittttttttttttttttttttt.
Mobil fortuner putih berhenti tepat di kedai bakso.
Karmila yang seorang diri saat itu langsung keluar.

Turunlah sepasang suami istri dan anak balita dari mobil itu.
“ abang? Kaukah itu abang Malin?”, teriak Karmila dan langsung memeluk Malin, bukan main senang hatinya melihat abangnya menepati janjinya.

“ heiii! Kamu siapa? “, Malin langsung menarik lengan perempuan muda itu dari pinggangnya. Tentu amat risih dipeluk oleh gaid muda yang ia tidak kenal.

Karmila pun sedih, ia bergegas pulang dan menceritakan segalanya ke ibu.
Malin dan Anita semakin bingung melihat gadis itu berlari dan meninggalkan kedai baksonya, kedai yang membawanya hingga menjadi orang besar.

“ sudah nak, jangan nangis kalau benar itu Malin ia tidak akan bertindak demikian, Malim itu anak baik”, ibu masih berusaha menenangkan Karmila yang masih terisak.
Orangtua Malin memang sudah lama tidak berkirim foto melalui gawainya, sehingga Malin tidak mengenali adiknya sendiri.

Ibu merasa sedih akan cerita Karmila. Bagaimana mungkin Malin hanya datang untuk melepas pelukan adiknya sendiri. Ditengah malam ibu pun berdoa,
“ Ya Allah Gusti,  jika benar ia anakku kembalikan ia kerumahnya ya Allah, kami rindu sekali dengannya”

Mungkin benar, doa ibulah yang dapat menembus langit. Pagi itu, Malin pulang kerumahnya. Rumah masa kecilnya tempat ia mengumpulkan kelapa dan mencoba resep bakso ibunya.
Lagi-lagi ia bertemu gadis di kedai bakso itu. Tapi kali itu, Karmila enggan memeluknya,ia masih kesal terhadap abangnya. Karmila memanggil ibunya.
“ Le!!! Malinnnnnn ….”, ibu segera berlari dari pintu rumahnya menuju Malin. Memeluk dan menciumi putranya berkali-kali. Lalu mencium menantu manisnya dan cucu kecilnya.

“ Ibu maafkan Malin baru bisa pulang” ujar Malin berkaca-kaca. Ia tidak bisa menipu dirinya bahwa ia pun sangat merindukan ibunya.
“ Jadi gadis itu siapa bu?”, ujar Malin penasaran

“itu adikmu le, Karmila”

“ owalah sudah ABG rupanya adik abang, hampir saja Anita cemburu dibuatnya karena main nemplok sama abang”, kali ini Karmila tidak kesal lagi dengan abangnya, Karmila mencium tangan abangnya dan menggendong ponakannya.    

“ hayuk masuk ke dalam nak, bapakmu sedang membuat bumbu kuah bakso.”

“iya bu, Malin juga rindu membuat dan makan bakso racikan ibu,  rasanya beda bu dengan bakso kota yang Datuk buat”, ibu pun tersenyum.

Ternyata Malin masih sama
Malin tidak lupa dengan keluarganya.
Tidak ada anak yang durhaka
Jika tiap hari orangtua selalu mendoakan kebaikan untuknya

Karena langit selalu mendengar doa ibu.
*********

Cerita Malin Kundang ini telah diubah oleh penulis. Kegelisahan dahulu berasal dari siswa kelas 2 Sd ku yang sangat menyukai cerita malin kundang versi asli. Adanya anak durhaka dan doa ibu yang justru menginginkan putranya menjadi batu menjadi hal mengganjal bagi penulis. Ini saat yang tepat untuk improvisasi.      

Komentar

  1. Kenapa doa ibu seperti itu, apa karena kesal karena anaknya nakal?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi kak, mmg terkdang butuh latihan mengatur emosi negatif agar tdk meletup,

      Imbasnya bs ke org lain ☹️

      Hapus
  2. Dari 1000 orang tua mungkin satu itupun agak susah mendapatkan orangtua yangemdoakan anaknya yang tidak bakik

    BalasHapus
  3. Doa Ibu benar-benar diijabah Allah.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Anak-Anak Sulit Membedakan Kanan dan Kiri?

Kanan, kiri kulihat saja  Banyak pohon cemaraaa…aaa Kanan kiri, kulihat saja Banyak pohon cemaraaaa… Siapa yang tidak mengenal lagu tersebut. Ayah dan bunda pasti pernah menyanyikannya waktu kecil. unsplash.com Lalu sekarang menyanyikannya bersama ananda tercinta. Tapiiii…. Kalo tiba-tiba mereka bertanya,  “Bunda, sebelah kanan yang mana sih?” Nah lho, udah nyanyi enak-enak, ternyata mereka belum bisa membedakan mana bagian kanan dan kiri.  ***** Hal inilah yang sering dirasakan sebagian orang tua.  Hal ini seringkali tidak disadari, walaupun mereka makan dan menerima benda menggunakan tangan kanan, dan istinja dengan menggunakan tangan kiri. Ketika menerima perintah, "Kakak tolong ambilkan bawang merah di kotak sebelah kanan botol minyak." Bagi anak yang belum paham, akan sejenak berpikir dan mencari bagian yang dimaksud bunda. Bagi ananda yang sama sekali kebingungan, akan terus celingukan mencari mana kanan dan kiri. Hal ini dinamakan left and right...

After School Doctor, Serial Jepang Unik, Hangat dan Penuh Empati (Sebuah Review)

www.imdb.com Judul Film (Serial): After School Doctor Sutradara: Yuma Suzuki, Kentaro Nishioka Penulis: Mayu Hinase (manga), Kayo Hikawa Tahun rilis: 2024 Episode : 10 Genre: Drama (medis dan sekolah)  Pemeran: Kouhei Matsushita (dr. Makino), Aoi Morikawa (Ibu guru Shinoya), Horan Chiaki (Ibu Guru Yoshino), dll Platform: Netflix Manga Houkago Karute  After School Doctor adalah series yang berasal dari negeri sakura. Series ini berasal dari manga yang berjudul Houkago Karute yang ditulis oleh Mayu Hinase. Cerita ini diawali dengan dokter Makino, seorang dokter anak yang dipindah tugaskan ke sebuah Sekolah Dasar. Ia menjadi dokter penanggung jawab di Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).  Dokter Makino dipindahkan karena beberapa masalah pribadi yang terjadi di sana. Ia terkenal dengan dokter anak yang keras, dingin dan selalu bicara apa adanya. Karakternya pun tidak banyak berubah ketika bertugas di UKS. Dokter Makino memiliki kemampuan analisis dan observasi yang taj...

PJB 5, Komik Islami yang Bergizi dan Renyah

Judul buku: Pengen Jadi Baik (5) Nama pengarang buku: Squ Tahun terbit buku:2019 Penerbit: Wak Up Early Ketebalan buku: v+155 halaman Harga: Rp 50.000 “Angel investor yang kumaksud disini adalah orang baik yang mau memberi pinjaman kepada kita tanpa mengharapkan tambahan apapun, tanpa bunga, tanpa balas jasa, tanpa ambil untung apapun,. Hanya murni menolong, ikhlas, Lillahi Ta’ala.” (Pengen Jadi Baik, halaman 32) Potongan isi tersebut ada di dalam seri ke-5 dari Pengen Jadi Baik. Seperti seri sebelumnya, Pengen Jadi Baik tetap menjadikan abah, Mama K, dan Kevin sebagai tokoh utamanya. Komik ini mudah diterima seluruh kalangan. Bahasa yang mudah dipahami dan adanya tokoh Kevin yang selalu diceritakan di tiap jenjang usianya ikut meringankan cerita ini. Berbeda dari seri sebelumnya, yakni PJB 4, membaca PJB 5 seperti kembali membaca tiga seri sebelumnya. Pada PJB 4 hampir 50% nya menceritakan seputar ibadah haji yang keluarga Abah laksanakan. PJB 5 kembali menceritakan keseh...