Hello mommies cantikkkk,,,,,
Kita nyenyong bentar yukkk :)
BIMBANG.
Pejamkan mata, bila …
Ku ingin bernapas lega
Dalam anganku, aku berada di
satu persimpangan
Jalan yang sulit ku pilih,
Duh ileh…. Pasti emak emak pada
bingung nih, kok pagi2 mama Danish dah nyanyi aadc aja, ketauan deh umurnya
berapa… wkwkwkkk
Masih inget kan lagu bimbang nya
mbak melly goeslaw yang mendayu dayu itu, yg mbak Dian sosro nya lagi bingung
sm kehidupan cintanya,
Nah, kalo mbak dian itu kan
ceritanya anak SMA kelas 2, eh sekarang kelas 11 ya, masih ABG labil, wajar lah
kalo bingung.
Kalo emak emak yang bingung???
Duh jangan deh, tar anak anak
ikutan bingung loh ….
Sebab anak solehah berasal dari
ibu yang solehah,
Anak cerdas berasal dari ibu
yang cerdas, dannnn
Anak yang bingung berasal dari
ibu yang bingung… hehehehe
Hal itulah, yang sering saya
temukan dalam percakapan, sharing an seputar orangtua dari anak CBL, baik itu
berasal dari WAG Komunitas Satu Senyum ataupun beberapa mamah muda yang wa an
ama saya.
Banyak yang bimbang mau ikut
terapi wicara atau gak.
Ehhhhh… ini bukan masalah mau
gak mau mom, tapi it’s a must!!!
KENAPA SAYA TIDAK BIMBANG???
Kebanyakan orangtua hanya
concern pada penampilan fisik, kesempurnaan hasil bedah, sedangkan untuk terapi
wicara banyak yang beranggapan, ‘Toh nanti anakku bisa bicara juga’, kan sudah
gak bolong lagi, sudah kayak anak lainnya, bisalah ngomong pasti.
‘tapi kan bicaranya telat mom?’,
gak papa lah yang penting bisa ngomong nantinya.
‘tapi kan nanti sengau?’, nanti
pasti sengaunya memudar kok
‘tapi kan…..’, ah sudahlah…
Saya pun dulu termasuk emak yang
bimbang terhadap terapi ini, saya juga menganggap sama seperti ibu lainnya,
bahwa nantinya anak pasti akan bisa bicara, tapi saya mencoba berpikir lebih
dalam lagi, lebih bijaksana lagi, dan lebih ilmiah lagi,
Jika anak CBL saja harus
dioperasi dengan dr. spesialis bedah plastic atau dokter spesialis bedah mulut,
Jika anak TK saja harus
diajarkan oleh guru lulusan PGTK atau mgkn PAUD,
Jika anak-anak dan bayi saja
kala sakit harus diperiksa dengan dokter spesialis anak,
Maka kesimpulan saya, anak saya
pun harus diserahkan kepada ahlinya, termasuk proses terapi wicara.
Saya hanyalah ibu lulusan
sarjana pendidikan biologi, saya paham tentang zoologi dan botani, saya mahir
dalam membedakan jaringan tumbuhan melalui preparat mikroskop, saya masih ingat
bagaimana membedah katak dengan mengiris lapisan kulitnya yang licin itu lalu
dagingnya dan membedakan mana kloaka dan ususnya,
Tapi…
Saya sama sekali tidak pandai
dalam melatih anak dengan celah bibir dan langit-langit berbicara,
Saya tidak cakap dalam
melenturkan oral motornya agar bisa mengucapkan a, i,u, e,o
Saya sedikit pun tidak kompeten
untuk bisamengubahnya dari tidak bisa menjadi bisa di usia yang tepat,
Saya hanya ingin menyerahkan
anak saya kepada ahlinya, kepada okupasi terapi dan timnya yang bisaa menangani
terapi wicara.
LALU, KENAPA ADA YANG
BIMBANG??
Bimbang itu terjadi karena
beberapa hal, saya mencoba analisis dari pengalaman saya dan orangtua lainnya:
1.
Keyakinan bahwa anak
akan bisa bicara suatu saat nanti.
Memang akan bisa,
tapi tidak di usia yang seharusnya, yang terapi pasti akan lebih cepat dan
kemungkinan yang terapi akan bicara lebih jelas.
Missal: Ali
dan Beta adalah anak dengan CBL komplit, si Ali diusia 5 tahun sudah jelas
bicaranya karena ia terapi, tapi si Beta di usia yang sama belum jelas
bicaranya karena tidak terapi.
‘kok bisa tau
mom?’,
Saya pernah
bicara dengan Bunda R, beliau memiliki anak sekarang usia TK. Bunda R melakukan
operasi labio dan palate diusia yang pas, tapi sama skali si R tidak melakukan
terapi wicara, akibatnya di usia 5 tahun ia belum bisa bicara dengan jelas, bisa
dimengerti tapi tidak jelas. Padahal, jika mengikuti tw di saat yang pas
kemungkinan saat sekolah usia dini seperti TK, anak sudah bias berbicara jelas
dan lancer.
2.
Biaya terapi yang
tidak murah
Saya akui
memang biaya terapi wicara cukup menguras kantong, tapi demi anak apalah
artinya ratusan ribu perbulan. Biaya terapi berbeda-beda untuk tiap klinik,
tapi kao saya perhatikan gak beda jauh kok.
Sebagai
gambaran,
Untuk 1 x
terapi 70.000- 150.000
Untuk
assessment/ observasi awal: 400.000-500.000
Kalau memang
mommy2 merasa keberatan, saya dengar ada beberapa RS dengan tumbang anak yang
menyediakan terapi wicara dengan menggunakan BPJS. Terapi dengan BPJS beneran
gratis loh mom, tapi untuk proses dan hasil saya tidak tau, saya hanya mengetahui masalahpembiayaan di RS dengan
BPJS. Nah.. kalo mau coba sok deh cek diskeitar tempat tinggal mom, RS mana yang
menyediakan terapis.
3.
Sulitnya mencari
terapis yang pengalaman tentang CBL
Biasanya,
terapis di RS atau klinik tumbang anak memang terapis yang biasa menangani anak
berkebutuhan khusus, bukan anak CBL. Tapi saya rasa program dan apa yang
dilakukan sama saja karena semua terapis mempelajari hal yang sama saat mereka
mengenyam pendidikan dulu.
Sebagai
contoh, (ini analogi saya ya…)
dr. M adalah
bedah plastic yang biasa menangani kasus anak CBL, sehingga hasil jahitannya
apik sangat, halus, nyarisperfect. Dr. M banyak dicari orang karena profesionalitasnya.
Sementara di
belahan dunia lain, ada dr. O seorang bedah plastik juga yang berprestasi,
memiliki hasil jahitan baik, professional,
tidak ada black report,tapi sayang…
Hanya satu
kurangnya,
Dr. O hanya
beberapa kali saja menangani anak CBL, tidak sering.
Sehingga namanya
belum sefamous dr. M. Belum terpublikasi….
Memang, jika
dengan yang sudah berpengalaman maka hasilnya akan lebih cepat, tapi belum
tentu lebih baik J.
Kalo saya,
jika bertemunya kita dengan dr. M akan menyulitkan saya dan anak2, maka saya
pilih dokter2 lainnya yang berkompeten serupa.
Bismillah saja…
Toh, semua
Gusti Allah yang menentukan, para dokter adalah pemanjang rizki dan jawaban
Allah akan usaha kita, just pray for the best after ikhtiar ya mom J
4.
Ketidaksabaran
orangtua dalam menjalani terapi
Proses terapi
wicara adalah sebuah rangkaian yang sangat panjang , itu karena terapis Danish.
Makanya, kita
kudu sabar, lamanya terapi tergantung kita sebagai orangtua yang memberikan
feedback juga saat dirumah. Latih dan latih, terapis hanyalah fasilitator.
5.
Kurangnya kerjasama
orangtua dengan terapis
Kadang kala
terapis hanya bekerja sendiri. Pendidikan apapun itu, sangat melibatkan
orangtua didalamnya, termasuk pendidikan terapi wicara. Oleh karena itu, kita
orangtua hendaknya mengkondisikan atau setidaknya mengulang ulang apa yang
dilakukan anak saat bersama terapis di klinik. Semangat ya mom!! J
Nah kan, gimana hayooo…..
Kalo masih bimbang juga, yasudah
discuss sama pak suami, sama mama, mamer, papa, pamer,
Ehhhh masih bimbang jugaa??
Wahhh maennya kurang jauh nih
mom, kurang lama…. Hehehe
Tanyakan pada hati kecil kita
ini mom,
Merenung saaat si kecil dan si
love belahan jiwa kita sudah mengorok lepas,
Menyepi di sudut sana,
Sudahkah kita memberikan yang
terbaik untuk buah hati kita?
Si kecil tampan atau putri
tercantik yang sudah berbaring di meja operasi saat mereka masih sangat kecil,
Sudahkah kita berusaha
menyempurnakan hidupnya?
Sudah baik kah tumbuh
kembangnya?
Ingatkah kita bahwa mahkluk
mungil itu amanah terbesar kita?
Tak secuil pun kami mengharap
balasan mereka, kala mereka dewasa.
Tapi apa yang mereka lakukan
kelak adalah refleksi dari apa yang kita berikan dulu, kita lakukan dlu
terhadap mereka, kesayangan kita yang suatu saat nanti akan berpisah dari kita,
mengembara….
Memilih jalan terbaik mereka,
So mom, berikan yang terbaik
untuk mereka untuk kebaikan kita juga, kelak….
Supaya tidak ada penyesalan
karena pernah menyepelekan hal ‘kecil’ ini.
Be the best for your best and do
the best!
Salam positive
Mama Dhiyaan n Danish.


Komentar
Posting Komentar